BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berbicara mengenai profesi hukum dan lembaga
kejaksaan adalah berbicara mengenai lembaga negara yang bertugasuntuk mewakili negara dalam menegakkan
hukum khususnya dalam bidang peradilan. Dalammelaksanakan tugas dan wewenangnya kejaksaan harus mampu mewujudkan kepastian hukum,ketertiban hukum, keadilan, dan kebenaran berda
Dalam tugas dan kewajiban yang sangat luas dan kompleks ini, kejaksaan juga harus mampu terlibatsepenuhnya
dalam proses pembangunan antara turut menciptakan kondisi dan prasarana
yangmendukung dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan
masyarakat adil danmakmur berdasarkan Pancasila serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan pemerintahan dan negara serta melindungi kepentingan rakyat
melalui penegakan hukum.
Secara normatif (das solen) tugas dan kewajiban kejaksaan
dapat dikatakan hal yang semurna, mencakup hal yang cukup luas. Kejaksaan atau
khususnya jaksa mempunyai kedudukan sebagai wakil negara dalam bidang
peradilan. Tugas mewakili negara adalah hal yang sangat penting terutama
kaitannya dengan kewibawaan negara serta dengan hukum itu sendiri. Akan sangat
maju dan baik peradilan di Indonesia jika tugas dan kewajiban dari lembaga
kejaksaan itu dilaksanakan dengan baik, dalam artian tetap menjaga idealisme
lembaga kejaksaan sebagai penegak keadilan walaupun berhadapan dengan realita
kehidupan.
Dalam kenyataan (das sein) citra lembaga kejaksaan tidak
sebaik dan seindah tugas dan kewajibannya yang sangat ideal. Mafia peradilan,
itulah istilah yang kini cukup populer dibicarakan di masyarakat. Bagaimana
tidak, lembaga kejaksaan yang harusnya menegakkan hukum justru menggunakan
hukum sebagai lahan usaha. Nilai-nilai keluhuran hukum tidak lagi dijunjung
tinggi. Dalam menangani suatu kasus di peradilan tidak jarang aparat penegak
hukum dalam hal ini hakim, jaksa, dan penasihat hukum “main mata.” Hukum pun
dipermainkan untuk kepentingan mereka sendiri. Masyarakat yang tidak tahu
tentang aturan hukum pun mudah untuk dipermainkan. Sistem peradilan menjadi
jauh dari asas-asas peradilan. Biaya menjadi membengkak, waktu lama, dan
bertele-tele. Kurang uang hukuman panjang. Itulah istilah yang juga cukup
populer. Menggambarkan betap hukum itu dijadikan komoditas lahan usaha untuk
aparat penegak hukum.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan Profesi Hukum /
Ilmuan Hukum dan Praktisi Hukum ?
2.
Apa sajakah Kode Etik Jaksa dan Dewan Kehormatan
Jaksa ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Profesi
Hukum / Ilmuan Hukum dan Praktisi Hukum
Profesi
berbeda dengan pekerjaan pada umumnya. Diantara para sarjana belum ada kata
sepakat mengenai batasan sebuah profesi. Hal ini terutama disebabkan oleh belum
adanya suatui standar (yang telah disepakati) umum mengenai pekerjaan atau
tugas yang bagaimanakah yang dikatakan dengan profesi tersebut. Sebuah profesi
terdiri dari sekelompok terbatas orang-orang yang memiliki keahlian khusus dan
dengan keahlian itu mereka dapat melakukan fungsinya di dalam masyarakat dengan
lebih baik dibandingkan dengan warga masyarakat lain pada umumnya.
Sebuah
profesi adalah sebutan atau jabatan dimana orang yang menyandangnya memiliki
pengetahuan khusus yang diperolehnya melalui latihan atau training atau
sejumlah pengalaman lain atau mungkin diperoleh sekaligus kedua-duanya.
Penyandang profesi dapat membimbing atau memberi nasihat dan saran atau juga
melayani orang lain dalam bidang-nya sendiri.
Jika
dilihat dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan pengertian profesi adalah pekerjaan dengan
keahlian khusus sebagai mata pencaharian.[1]
Sedangkan menurut komarudin profesi ialah suatu jenis pekerjaan yang karena
sifatnya menuntut pengetahuan yang tinggi, khusus dan latihan yang istimewa.
Sedangkan menurut Liliana Tedjosaputro agar
suatu lapangan pekerjaan bias dikatakan profesi diperlukan :
1.
Pengetahuan
2.
Penerapan kehalian.
3.
Tanggung jawab social
4.
Self control
5.
Pengakuan oleh masyarakat.
Ciri Khas Profesi
1.
Suatu bidang yang terorganisasi dari materi
intelektual yang terus menerus berkembang dan diperluas.
2.
Suatu teknik intelektual
3.
Penerapan praktis dari teknik intelektual pada
urusan praktis.
4.
Suatu periode panjang untuk pelatihan dan
sertifikasi.
5.
Beberapa standar dan pernyataan tentang etika
profesi yang dapat diselenggarakan.
6.
Kemampuan memberi kepemimpinan pada profesi
sendiri
7.
Asosiasi anggota profesi yang akrab dengan
komunikasi yang erat antar anggota.
8.
Pengakuan sebagai profesi.
9.
Perhatian yang professional dalam pekerjaan
profesi dan adanya rasa bertanggungjawab.
1. Profesi Hukum / Ilmuan Hukum
Profesi
hukum merupakan salah satu dari sekian profesi lain misalnya, profesi dokter,
akuntan dll. Profesi hokum merupakan ciri yang tersendiri karena profesi ini
sangat bersentuhan langsung dengan manusia
atau klien, dalam profesi hokum adalah suatu hal yang menarik karena
dalam keadaan sekarang banyak terjadi pelanggaran hak asasi manusia.
Pada
dasarnya Profesi Hukum/ Imuan Hukum dan Praktisi Hukum mempunyai arti yang
tidak jauh berbeda dan dapat pula diartikan sama, menurut bahasa praktisi
adalah pegiat, pekerja, atau pelaku.[3] Jadi
profesi hukum/ Ilmuan Hukum dan atau Praktisi Hukum adalah mereka yang bekerja,
dan melakukan kegiatan dibidang hukum sebagai mata pencaharian.
Profesi
Hokum mempunyai keterkaitan dengan bidang hokum yang terdapat dalam Negara RI, profesi
hukum meliputi :
a.
hakim
b.
penasihat hukum (Advokat, Pengacara)
c.
notaries
d.
jaksa
2. Nilai Moral dan Etika Profesi Hukum
1.
Nilai Moral Profesi Hukum
Profesi hokum merupakan salah satu profesi yang
menuntut pemenuhan nilai moral dan pengemangannnya. Nilai moral itu merupakan
kekuatan yang mengarahkan dan mendasari perbuatan luhur. Setiap professional
dituntut untuk memiliki nilai moral yang kuat. Dalam profesi hokum ada lima
criteria sebagai berikut.[5]
a.
Kejujuran adalah dasar utama, tanpa kejujuran
professional hokum mengingkari profesinya, sehinggga menjadikannya munafik.
Dalam kejujuran terdapat dua sikap yaitu terbuka dan sikap wajar.
b.
Autentik artinya menghayati dan menunjukan diri
sesuai dengan kasliannya, kepribadian yang sebenarnya. Autentik professional
hokum antara lain :
1.
Tidak menyalah gunakan wewenang.
2.
Tidak melakukan peruatan yang merendahkan
martabat.
3.
Mendahulukan kepentingan klien.
4.
Berani berinisiatif dan berbuat sendiri dengan
bijaksana.
5.
Tidak mengisolasi diri dari pergaulan.
c.
Bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya
artinya :
1.
Kesediaan melakukan dengan sebaik mungkin tugas
apa saja yang termasuk lingkup profesinya.
2.
Bertindak professional tanpa membedakan perkara
bayaran dan perkara Cuma-cima
d.
Kemandirian moral, artinya tidak mudah
terpengaruh atau tidak mudah mengikuti pandangan moral yang terjadi
disekitarnya, melainkan membentuk penilaian sendiri.
e.
Keberanian moral, artinya adalah kestiaan
terhadap suatu hati nurani yang menyatakan kesediaan untuk menaggung resiko
konflik.
2.
Etika
Profesi Hukum
Untuk menghindari
terjadinya penyimpangan terhadap profesi yang dilakukan terutama profesi hokum
dibentuklah suatu norma yang wajib dipatuhi oleh orang yang bergabung dalam
sebuah profesi tersebut, hal ini bias dikatakan “etika profesi” dengan harapan
professional hokum tersebut patuh terhadap kode etik profesinya. Menurut Notohamidjojo,
dalam melaksanakan kewajibannya, professional hokum perlu memiliki :
1.
Sikap manusiawi artinya tidak menanggapi hokum
secara formal belaka, melainkan kebenaran yang sesuai hati nurani.
2.
Sikap adil, artinya mencari kelayakan yang
sesuai dengan persaan masyarakat
3.
Sikap patut, artinya mencari pertimbangan untuk
menenetukan keadilan dalam suatu perkara yang kongkret
4.
Sikap jujur artinya, menyatakan sesuatu itu
benar menurut apa adannya dan menjauhi yang tidak benar.
B.
Kode
Etik Jaksa dan Dewan Kehormatan Jaksa
Kejaksaan
sebagai lembaga Negara yang mempunyai tugas
penegakan dan supremasi hukum memerlukan tenaga yang professional dan
memiliki budi pekerti yang baik.[6] Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia menetapkan fungsi dan kegiatan Jaksa, UU inilah
yang kemudian menjadi dasar hukum Etika Profesi dari Jaksa.[7] Menurut
pasal 1 Undang-undang tersebut menyebutkan bahwa hakikat Jaksa adalah :
1.
Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh
Undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
2.
Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang
oleh Undangundang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
3.
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus
oleh Hakim di sidang pengadilan.
4.
Jabatan fungsional jaksa adalah jabatan yang
bersifat keahlian teknis dalam organisasi kejaksaan yang karena fungsinya
memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan.[8]
1. Jenis
Etika Profesi Hukum Dari Jaksa
a. Syarat
Pengangkatan Jaksa
Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi
jaksa adalah:
a.
warganegara Indonesia;
b.
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c.
setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945;
d.
bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai
Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya atau bukan seseorang yang
terlibat langsung atau tidak langsung dalam "Gerakan Kontra Revolusi G.
30. S/PKI" atau organisasi teriarang lainnya;
e.
pegawai negeri;
f.
sarjana hukum;
g.
berumur serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima)
tahun;
h.
berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak
tercela;
lulus pendidikan dan latihan pembentukan jaksa.
b. Sumpah
Jabatan Jaksa
Sumpah
Jabatan Jaksa terdapat pada Pasal 10 dalam Undang-undang yang sama yakni :
1. Sebelum
memangku jabatannya, jaksa wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agama
atau kepercayaannya, yang berbunyi: "Saya bersumpah/ berjanji dengan
sungguh-sungguh bahwa saya,untuk memperoleh jabatan saya ini, langsung atau
tidak langsung dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan
ataumenjanjikan barang sesuatu kepada siapapun juga".
"Sayabersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu dalam jabatan ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak
langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian" "Saya
bersumpah/berjanji bahwa saya, akan setia kepada dan akan mempertahankan serta
mengamalkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, Undang-Undang Dasar
1945, dan segala undang-undang serta peraturan lain yang berlaku bagi Negara Republik
Indonesia". "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, senantiasa akan
menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama, dan dengan tidak
membedabedakan orang dan akan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang jaksa yang
berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan".
2. Jaksa
mengucapkan sumpah atau janjinya dihadapan Jaksa Agung.
c. Larangan
Rangkap Jabatan Seorang Jaksa
Pasal 11
1.
Kecuali ditentukan lain oleh atau berdasarkan undang-undang,
jaksa tidak boleh merangkap :
a.
menjadi pengusaha; atau
b.
menjadi penasihat hukum; atau
c.
melakukan pekerjaan lain yang dapat
mempengaruhi martabat jabatannya.
2.
Jabatan/pekerjaan yang tidak boleh dirangkap
oleh jaksa selain jabatan/ pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
2. Doktrin
Tri Krama Adhyaksa
Seorang jaksa
dalam menjalankan tugas profesinya tersebut akan tunduk dan patuh pada sumpah
atau janji, serta kode etik Jaksa, kode etik jaksa ini merupakan petunjuk dalam
menjalankan tugasnya sehari-hari yang disebut “Tri Krama Adhyaksa”[9]
Doktrin
ini terdiri dari beberapa unsure, yakni : [10]
a.
Catur Asana
Landasan
Idiil :
Pancasila
Landasan
Konstitutional : UUD 1945
Landasan
Struktural : UU Pokok
Kejaksaan (UU No. 15/ 1961)
Landasan
Operasional :
Perundang-undangan lainnya Bab II
b.
Tri Atmaka
-
Tunggal
-
Mandiri
-
Mumpuni
c.
Tri Krama Adhyaksa
-
Satya
-
Adhy
-
Wicaksana
d.
Sub Doktrin
-
Indyra Adhyaksa untuk bidang intelejen
-
Krama Adhyaksa untuk bidang operasi
-
Upakriya untuk bidang pembinaan
-
Anukara Adhyaksa untuk bidang pengawasan umum
3. Dewan
Kehormatan Jaksa
Kejaksaan Agung akan
segera membentuk Dewan Kehormatan Profesi Jaksa yang melibatkan pihak luar
seperti akademisi, mantan jaksa, mantan hakim dan masyarakat. Pembentukan dewan
kehormatan profesi jaksa bertujuan mengontrol institusi kejaksaan secara
keseluruhan. baik terhadap perilaku atau etika seorang jaksa atau kinerja
secara kelembagaan. Pembentukan dewan kehormatan ini berkaitan dengan
lemahnya kinerja aparat penegak hukum.
Salah satunya
adalah terkait adanya keputusan Mahkamah Agung yang membebaskan Akbar Tanjung
dari kasus tindak pidana korupsi. Dia menilai, selama ini di kejaksaan belum
ada mekanisme kontrol yang efektif untuk memantau kinerja dan personality
aparat-aparat penegak hukumnya.[11]
Penyempurnaan
dalam UU Kejaksaan yang adalah ditentukan bahwa Jaksa merupakan ujabatan
fungsional. Dengan demikian, usia pensiun Jaksa yang semula 58 ditetapkan
menjadi 62 tahun.[12]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
-
Profesi hukum merupakan salah satu dari sekian
profesi lain misalnya, profesi dokter, akuntan dll. Profesi hokum merupakan
ciri yang tersendiri karena profesi ini sangat bersentuhan langsung dengan
manusia atau klien, dalam profesi hokum
adalah suatu hal yang menarik karena dalam keadaan sekarang banyak terjadi
pelanggaran hak asasi manusia.
Pada dasarnya Profesi Hukum/ Imuan Hukum dan
Praktisi Hukum mempunyai arti yang tidak jauh berbeda dan dapat pula diartikan
sama, menurut bahasa praktisi adalah pegiat, pekerja, atau pelaku. Jadi profesi
hukum/ Ilmuan Hukum dan atau Praktisi Hukum adalah mereka yang bekerja, dan
melakukan kegiatan dibidang hukum sebagai mata pencaharian.
Profesi Hokum mempunyai keterkaitan dengan
bidang hokum yang terdapat dalam Negara RI, profesi hukum meliputi :
a.
hakim
b.
penasihat hukum (Advokat, Pengacara)
c.
notaries
d.
jaksa
e.
polisi
-
Menurut Notohamidjojo, dalam melaksanakan
kewajibannya, professional hokum perlu memiliki :
1.
Sikap manusiawi artinya tidak menanggapi hokum
secara formal belaka, melainkan kebenaran yang sesuai hati nurani.
2.
Sikap adil, artinya mencari kelayakan yang
sesuai dengan persaan masyarakat
3.
Sikap patut, artinya mencari pertimbangan untuk
menenetukan keadilan dalam suatu perkara yang kongkret
4.
Sikap jujur artinya, menyatakan sesuatu itu
benar menurut apa adannya dan menjauhi yang tidak benar.
-
Kejaksaan sebagai lembaga Negara yang mempunyai
tugas penegakan dan supremasi hukum
memerlukan tenaga yang professional dan memiliki budi pekerti yang baik.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
menetapkan fungsi dan kegiatan Jaksa, UU inilah yang kemudian menjadi dasar
hukum Etika Profesi dari Jaksa.
-
Seorang jaksa dalam menjalankan tugas
profesinya tersebut akan tunduk dan patuh pada sumpah atau janji, serta kode
etik Jaksa, kode etik jaksa ini merupakan petunjuk dalam menjalankan tugasnya
sehari-hari yang disebut “Tri Krama Adhyaksa” Doktrin ini terdiri dari
beberapa unsure, yakni :
a.
Catur Asana
b.
Tri Atmaka
c.
Tri Krama Adhyaksa
d.
Sub Doktrin
[1] Supriadi, Etika
dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia (Jakarta : Sinar Grafika
,2006) , 16
[3] Tim Redaksi
Pusat Bahasa Nasional, Tesaurus Pusat Bahasa Nasional (Departemen
Pendidikan Nasional, 2008), 392
[4] Supriadi, Etika
dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia ( Jakarta : Sinar Grafika,2006),
19
[5] Ibid, 19-20
[6] Ibid, hal 128
[7] C.S.T. Kansil,
Pokok-pokok Etika Profesi Hukum (Jakarta : PT. Pradnya paramitha, 2003),
103
[8] UU Nomor 5
Tahun 1991 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia
[9] Supriadi, Etika
dan Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika,
2006), 132
[10]
C.S.T. Kansil, Pokok-pokok
Etika Profesi Hukum (Jakarta : PT. Pradnya paramitha, 2003), 112-113
[11] Tempo
Interaktif Edisi Selasa, 18 Mei 2004 | 16:50 WIB
[12] Wawan Tunggul
Alam, Memahami Profesi Hukum. (Jakarta
: Milenia Populer. 2004), 53
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar